Kode Etik Profesi Kepolisian
Kamis, 17 Oktober 2013 - - 0 Comments
Kode
Etik Profesi Kepolisian
KODE ETIK PROFESI
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
PEMBUKAAN
Keberhasilan
pelaksanaan tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memelihara
keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, dan melindungi, mengayomi
serta melayani masyarakat, selain ditentukan oleh kualitas pengetahuan dan
keterampilan teknis kepolisian yang tinggi sangat ditentukan oleh perilaku
terpuji setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia di tengah
masyarakat.
Guna
mewujudkan sifat kepribadian tersebut, setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya senantiasa
terpanggil untuk menghayati dan menjiwai etika profesi kepolisian yang
tercermin pada sikap dan perilakunya, sehingga terhindar dari perbuatan tercela
dan penyalahgunaan wewenang.
Etika
profesi kepolisian merupakan kristalisasi nilai-nilai Tribrata yang dilandasi
dan dijiwai oleh Pancasila serta mencerminkan jati diri setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam wujud komitmen moral yang meliputi
pada pengabdian, kelembagaan dan keNegaraan, selanjutnya disusun kedalam Kode
Etik Profesi Kepolsiian Negara Republik Indonesia.
Etika
pengabdian merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap profesinya sebagai pemelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat, penegak hukum serta pelindung, pengayom dan pelayan masyarakat.
Etika
kelembagaan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia terhadap institusinya yang menjadi wadah pengabdian yang patut
dijunjung tinggi sebagai ikatan lahir batin dari semua insan Bhayangkara dan
segala martabat dan kehormatannya.
Etika
keNegaraan merupakan komitmen moral setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dan institusinya untuk senantiasa bersikap netral, mandiri dan tidak
terpengaruh oleh kepentingan politik, golongan dalam rangka menjaga tegaknya
hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia mengikat secara moral, sikap
dan perilaku setiap anggota Polri.
Pelanggaran
terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia harus
dipertanggung-jawabkan di hadapan Sidang Komisi Kode Etik Profesi Kepolsiian
Negara Republik Indonesia guna pemuliaan profesi kepolisian.
Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat berlaku juga pada semua
organisasi yang menjalankan fungsi Kepolisian di Indonesia.
BAB I
ETIKA
PENGABDIAN
Pasal 1
Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia senantiasa bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan menunjukkan
sikap pengabdiannya berperilaku :
a. Menjunjung tinggi sumpah sebagai anggota Polri dari dalam
hati nuraninya kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Menjalankan tugas keNegaraan dan kemasyarakatan dengan
niat murni karea kehendak Yang Maha Kuasa sebagai wujud nyata amal ibadahnya;
c. Menghormati acara keagamaan dan bentuk-bentuk ibadah yang
diselenggarakan masyarakat dengan menjaga keamanan dan kekhidmatan
pelaksanaannya.
Pasal 2
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia berbakti kepada nusa dan bangsa sebagai
wujud pengabdian tertinggi dengan :
a. Mendahulukan kehormatan bangsa
Indonesia dalam kehidupannya;
b. Menjunjung tinggi lambang-lambang
kehormatan bangsa Indonesia;
c. Menampilkan jati diri bangsa Indonesia
yang terpuji dalam semua keadaan dan seluruh waktu;
d. Rela berkorban jiwa dan raga untuk
bangsa Indonesia.
Pasal 3
Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
dalam melaksanakan tugas memlihara keamanan dan ketertiban umum selalu
menunjukkan sikap perilaku dengan :
a. Meletakkan kepentingan Negara, bangsa,
masyarakat dan kemanusiaan diatas kepentingan pribadinya;
b. Tidak menuntut perlakuan yang lebih
tinggi dibandingkan degan perlakuan terhadap semua warga Negara dan masyarakat;
c. Menjaga keselamatan fasilitas umum dan
hak milik perorangan serta menjauhkan sekuat tenaga dari kerusakan dan
penurunan nilai guna atas tindakan yang diambil dalam pelaksanaan tugas.
Pasal 4
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas menegakan hukum
wajib memelihara perilaku terpercaya dengan :
a. Menyatakan yang benar adalah benar dan
yang salah adalah salah;
b. Tidak memihak;
c. Tidak melakukan pertemuan di luar ruang
pemeriksaan dengan pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
d. Tidak mempublikasikan nama terang
tersangka dan saksi;
e. Tidak mempublikasikan tatacara, taktik
dan teknik penyidikan;
f. Tidak menimbulkan penderitaan akibat
penyalahgunaan wewenang dan sengaja menimbulkan rasa kecemasan, kebimbangan dan
ketergantungan pada pihak-pihak yang terkait dengan perkara;
g. Menunjukkan penghargaan terhadap semua
benda-benda yang berada dalam penguasaannya karena terkait dengan penyelesaian
perkara;
h. Menunjukkan penghargaan dan kerja sama
dengan sesama pejabat Negara dalam sistem peradilan pidana;
i. Dengan sikap ikhlas dan ramah menjawab
pertanyaan tentang perkembangan penanganan perkara yang ditanganinya kepada
semua pihak yang terkait dengan perkara pidana yang dimaksud, sehingga
diperoleh kejelasan tentang penyelesaiannya.
Pasal 5
Anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat senantiasa :
a. Memberikan pelayanan terbaik;
b. Menyelamatkan jiwa seseorang pada kesempatan pertama;
c. Mengutamakan kemuahan dan tidak mempersulit;
d. Bersikap hormat kepada siapapun dan tidak menunjukkan
sikap congkak/arogan karena kekuasaan;
e. Tidak membeda-bedakan cara pelayanan kepada semua orang;
f. Tidak mengenal waktu istirahat selama 24 jam, atau tidak
mengenal hari libur;
g. Tidak membebani biaya, kecuali diatur dalam peraturan
perundang-undangan;
h. Tidak boleh menolak permintaan pertolongan bantuan dari
masyarakat dengan alasan bukan wilayah hukumnya atau karena kekurangan alat dan
orang;
i. Tidak mengeluarkan kata-kata atau melakukan gerakan-gerakan
anggota tubuhnya yang mengisyaratkan meminta imbalan atas batuan Polisi yang
telah diberikan kepada masyarakat.
Pasal 6
(1) Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia dalam menggunakan kewenangannya senantiasa berdasarkan pada Norma
hukum dan mengindahkan norma agama, kesopanan, kesusilaan dan nilai-nilai
kemanusiaan.
(2) Anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia senantiasa memegang teguh rahasia sesuatu yang menurut sifatnya atau
menurut perintah kedinasan perlu dirahasiakan.
Pasal 7
Anggota Kepolisian
Negara Republik Indonesia senantiasa menghindarkan diri dari perbuatan tercela
yang dapat merusak kehormatan profesi dan organisasinya, dengan tidak melakukan
tindakan-tindakan berupa :
a. Bertutur kata kasar dan bernada
kemarahan;
b. Menyalahi dan atau menyimpang dari
prosedur tugas;
c. Bersikap mencari-cari kesalahan
masyarakat;
d. Mempersulit masyarakat yang membutuhkan
bantuan/pertolongan;
e. Menyebarkan berita yang dapat
meresahkan masyarakat;
f. Melakukan perbuatan yang dirasakan
merendahkan martabat perempuan;
g. Melakukan tindakan yang dirasakan
sebagai perbuatan menelantarkan anak-anak dibawah umum;
h. Merendahkan harkat dan martabat
manusia.
BAB II
ETIKA
KELEMBAGAAN
Pasal 8
Setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia menjunjung tinggi institusinya dengan
menempatkan kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.
Pasal 9
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia memegang teguh garis komando, mematuhi jenjang kewenangan,
dan bertindak disiplin berdasarkan aturan dan tata cara yang berlaku.
(2) Setiap atasan tidak dibenarkan
memberikan perintah yang bertentangan dengan norma hukum yang berlaku dan wajib
bertanggung jawab atas pelaksanaan perintah yang diberikan kepada anggota
bawahannya.
(3) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dibenarkan menolak perintah atasan yang melanggar norma
hukum dan untuk itu anggota tersebut mendapatkan perlinungan hukum.
(4) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan perintah kedinasan tidak dibenarkan
melampaui batas kewenangannya dan wajib menyampaikan pertanggungjawaban
tugasnya kepada atasan langsunnya.
(5) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya tidak boleh
terpengaruh oleh istri, anak dan orang-orang lain yang masih terkait hubungan
keluarga atau pihak lain yang tidak ada hubungannya dengan kedinasan.
Pasal 10
(1) Setiap anggota Kepolisian Negara
Republik Indonesia menampilkan sikap kepemimpinan melalui keteladanan,
keadilan, ketulusan dan kewibawaan serta melaksanakan keputusan pimpinan yang
dibangun melalui tata cara yang berlaku guna tercapainya tujuan organisasi.
(2) Dalam proses pengambilan keputusan
boleh berbeda pendapat sebelum diputuskan pimpinan dan setelah diputuskan semua
anggota harus tundak pada keputusan tersebut.
(3) Keputusan pimpinan diambil setelah
mendengar semua pendapat dari unsur-unsur yang terkait, bawahan dan teman
sejawat sederajat, kecuali dalam situasi yang mendesak.
Pasal 11
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menjaga kehormatan
melalui penampilan seragam dan atau atribut, tanda, pangkat jabatan dan tanda
kewenangan Polri sebagai lambang kewibawaan hukum, yang mencerminkan tanggung
jawab serta kewajibannya kepada institusi dan masyarakat.
Pasal 12
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa menampilkan rasa
setiakawan dengan sesama anggota sebagai ikatan batin yang tulus atas dasar
kesadaran bersama akan tanggug jawabnya sebagai salah satu ... keutuhan bangsa
Indonesia, dengan menjunjung tinggi prinsip-prinsip kehormatan sebagai berikut
:
a. Menyadari sepenuhnya sebagi perbuatan
tercela apabila meninggalkan kawan yang terluka atau meninggal dunia dalam
tugas sedangkan keadaan memungkinkan untuk memberi pertolongan;
b. Merupakan ketelaanan bagi seorang
atasan untuk membantu kesulitan bawahannya;
c. Merupakan kewajiban moral bagi seorang
bawahan untuk menunjukkan rasa hormat dengan tulus kepada atasannya;
d. Menyadari sepenuhnya bahwa seorang
atasan akan lebih terhormat apabila menunjukkan sikap menghargai yang sepada
kepada bawahannya;
e. Merupakan sikap terhomat bagi anggota
Polri baik yang masih dalam dinas aktif maupun purnawirawan untuk menghadiri
pemaaman jenazah anggota Polri lainnya yang meninggal karena gugur dalam tugas
ataupun meninggal karena sebab apapun, dimana kehadiran dalam pemakaman
tersebut dengan menggunakan atribut kehormatan dan tataran penghormatan yang
setinggi-tingginya;
f. Selalu terpanggil untuk memberikan
bantuan kepada anggota Polri dan purnawirawan Polri yang menghadapi suatu
kesulitan dimana dia berada saat itu, serta bantuan dan perhatian yang sama
sedapat mungkin juga diberikan kepada keluarga anggota Polri yang mengalami
kesulitan serupa dengan memperhatikan batas kemampuan yang dimilikinya;
g. Merupakan sikap terhormat apabila mampu
menahan diri untuk tidak menyampaikan dan menyebarkan rahasia pribadi,
kejelekan teman atau keadaan didalam lingkungan Polri kepada orang lain yang
bukan anggota Polri.
BAB III
ETIKA
KENEGARAAN
Pasal 13
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia siap sedia menjaga keutuhan
wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasaran Pancasila dan
Undang-Undang Dasar 1945, memelihara persatuan dan kesatuan kebhinekaan bangsa
dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat.
Pasal 14
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga jarak yang sama dalam
kehidupan politik dan tidak melibatkan diri pada kegiatan politik taktis, serta
tidak dipengaruhi oleh kepentingan politik golongan tertentu.
Pasal 15
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia senantiasa berpegang teguh pada
konstitusi dalam menyikapi perkembangan situasi yang membahayakan keselamatan
bangsa dan Negara.
Pasal 16
Setiap
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia menjaga keamanan Presiden Republik
Indonesia dan menghormati serta menjalankan segala kebijakannya sesuai dengan
jiwa konstitusi maupun hukum yang berlaku demi keselamatan Negara dan keutuhan
bangsa.
BAB IV
PENEGAKAN KODE
ETIK PROFESI
Pasal 17
Setiap
pelanggaran terhadap Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dikenakan sanksi moral, berupa :
a. Perilaku pelanggar dinyatakan sebagai
perbuatan tercela;
b. Kewajiban pelanggar untuk menyatakan
penyesalan atau meminta maaf secara terbatas ataupun secara terbuka;
c. Kewajiban pelanggar untuk mengikuti
pembinaan ulang profesi;
d. Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi
untuk menjalankan profesi Kepolisian.
Pasal 18
Pemeriksaan
atas pelanggaran Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia
dilakukan oleh Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 19
Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam pasal 17 dan 18, diatur lebih lanjut dengan Tata
Cara Sidang Komisi Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia.
BAB V
PENUTUP
Pasal 20
Merupakan
kehormatan yang tertinggi bagi setiap anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia untuk menghayati, menaati dan mengamalkan Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya
maupun dalam kehidupan sehari-hari demi pengabdian kepada masyarakat, bangsa
dan Negara.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : Juli 2003
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Drs. DA'I BACHTIAR, SH
JENDERAL POLISI
PENJELASAN
TENTANG
KODE ETIK PROFESI KEPOLISIAN NEGARA
REPUBLIK INDONESIA
I. UMUM.
Pembinaan kemampuan profesi anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam mengemban tugas pokoknya sebagaimana
diatur dalam Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 dilaksanakan melalui pembinaan
etika profesi dan pengembangan pengetahuan serta pengalaman penugasan secara
berjenjang, berlanjut dan terpadu.
Selanjutnya setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia menurut Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002
diwajibkan untuk menghayati dan menjiwai etika profesi Kepolisian yang
tercermin dalam sikap dan perilakunya dalam kedinasan maupun kehidupannya
sehari-hari.
Etika profesi Kepolisian memuat 3
(tiga) substansi etika yaitu Etika Pengabdian, Kelembagaan dan KeNegaraan yang
dirumuskan dan disepakati oleh seluruh anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia sehingga menjadi kesepakatan bersama sebagai Kode Etik Profesi
Kepolisian Negara Republik Indonesia yang memuat komitmen moral setiap anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai kristalisasi nilai-nilai dasar
yang terkandung dalam Tribrata dan dilandasi oleh nilai-nilai luhur Pancasila.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia merupakan pedoman perilaku dan sekaligus pedoman moral bagi
anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, sebagai upaya pemuliaan trhadap
profesi kepolisian, yang berfungsi sebagai pembimbing pengabdian, sekaligus
menjadi pengawas hati nurani setiap anggota agar terhindar dari perbuatan
tercela dan penyalahgunaan wewenang.
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republi Indonesia untuk petama kali ditetapkan oleh Kapolri dengan Surat
Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/213/VII/1985 tanggal 1 Juli 1985 yang
selanjutnya naskah dimaksud terkenal dengan Naskah Ikrar Kode Etik Kepolisian
Negara Republik Indonesia beserta pedoman pengalamannya.
Dengan berlakunya Undang-Undang
Nomor 28 tahun 1997 dimana pada pasal 23 mempersyaratkan adanya Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia, maka pada tanggal 7 Maret 2001
diterbitkan buku Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan
Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/05/III/2001 serta buku Petunjuk Administrasi
Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia dengan Keputusan
KaPolri No. Pol : Kep/04/III/2001 tanggal 7 Maret 2001.
Perkembangan selanjutnya berdasarkan
Ketetapan MPR-RI Nomor : VI/MPR/2000 tentang Pemisahan Tentara Nasional
Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, Ketetapan MPR-RI Nomor
VII/MPR/2000 tentang peran Tentara Nasional Indonesia dan peran Kepolisian
Negara Republik Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal 31 sampai dengan
pasal 35, maka diperlukan perumusan kembali Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia yang lebih konkrit agar pelaksanaan tugas Kepolisian lebih
terarah dan sesuai dengan harapan masyarakat yang mendambakan terciptanya
supremasi hukum dan terwujudnya rasa keadilan.
Selanjutnya perumusan Kode Etik
Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia memuat norma perilaku dan moral
yang disepakati bersama serta dijadikan pedoman dalam melaksanakan tugas dan
wewenang bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia sehingga dapat
menjadi pendorong semangat dan rambu-rambu nurani setiap anggota untuk
pemuliaan profesi Kepolisian guna meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.
Kepolisian Negara Republik Indonesia
merupakan organisasi pembina profesi Kepolisian yang berwenang membentuk Komisi
Kode Etik Kepolisian Negara Republik Indonesia di semua tingkat organisasi,
selanjutnya berfungsi untuk menilai dan memeriksa pelanggaran yang dilakukan
oleh anggota terhadap ketentuan Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
II. BAB DAN
PASAL-PASALNYA.
1. Setiap Kode Etik Profesi pada umumnya
memuat materi pokok yaitu nilai-nilai/ide yang bersifat mendasar (Statement of
ideas) dan prinsip-prinsip pelaksanaan tugas sehari-hari (Statement of
guidelines/principles in the simply duties). Oleh karena itu pada naskah Kode
Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia memuat ; Bab I berisi
nilai-nilai dasar tentang jatidiri anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia
yang menggambarkan nilai-nilai pengabdian sebagaimana terumus dalam filosofi
Tribrata, berisi norma moral dalam etika kedinasan yang menggambarkan tingkat
profesionalisme anggota, Bab II berisi komitmen moral setiap individu anggota
dan institusinya yang berhubungan dengna institusi lainnya dalam kehidupan
bernegara, dan Bab IV berisi ketentuan penegakan Kode Etik Profesi Polri yang
mengatur ketentuan sanksi moral dan Tata Cara Sidang Komisi.
2. Penjelasan pasal demi pasal :
BAB I. ETIKA PENGABDIAN
Pasal 1.
Sikap moral pengabdian pengemban
profesi kepolisian pertama-tama didasarkan pada panggilan ibadah sebagai umat
beragama melalui perbuatan nyata berupa menjaga keselamatan sesama manusia,
menjunjung tinggi martabat manusia dengna segala kompleksitasnya, menjauhkan
dari rasa khawatir dan ketakutan dalam kehidupan sehari-hari serta memelihara
segenap aturan bagi terselenggranya sendi kehidupan manusia.
Amal perbuatan tersebut keluar dari
dalam hati nuraninya dan bertanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa melalui
sumpahnya dihadapan Tuhan Yang Maha Esa.
Buah amal perbuatan tersebut akan
dirasakan oleh semua masyarakat yang berbeda-beda agama dalam norma
kehidupannya.
Pasal 2.
Selaku anak bangsa setiap pengemban
profesi kepolisian terpanggil dari dalam hati nuraninya untuk tetap meluhurkan
Indonesia bersama segenap komponen bangsa Indonesia di tengah pergaulan antar
bangsa di dunia.
Bangsa Indonesia ibarat sebuah bahtera
dengan mengarungi samudera akan mengalami berbagai tantangan perjuangan dan
perubahan berbagai keadaan.
Namun setiap pengemban profesi kepolisian
tetap menjaga dan memelihara kelangsungan hidup dan kehormatan bangsa dengan
segala pengorbanannya tanpa batas.
Pasal 3.
Cukup
jelas.
Pasal 4.
Cukup
jelas.
Pasal 5.
Memberikan pelayanan terbaik, yang
dimaksudkan disini adalah memberikan pelayanan kepada pelayan masyarakat secara
ikhlas dengan prosedur pelayanan yang cepat, sederhana, serta tidak bersikap
masa bodoh atau bersikap apatis/mendiamkan adanya harapan masyarakat.
Tidak mengenal waktu istirahat selama
24 jam atau tidak mengenal hari libur, yang dimaksudkan disini adalah seorang
anggota Polri yang sedang tidak bertugas tetap dianggap sebagai sosok Polisi
yang selalu siap memberikan perlindungan, pengayoman dan pelayanan masyarakat,
oleh karena itu kegiatan Polri yang harus diemban bagi setiap anggota Polri
merupakan identitas kegiatan selama 24 jam secara terus menerus, sehingga
merupakan perbuatan yang terhormat apabila kepadanya mengenyampingkan hak waktu
istirahat atau hari libur untuk selalu mengutamakan panggilan tugas sebagaimana
harapan masyarakat dan perintah dari atasan.
Pasal 6.
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Memegang teguh rahasia sesuatu, yang
dimaksudkan disini adalah memegang teguh rahasia jabatan terhadap pihak tertentu
yang tidak ada hubungannya dengan kepentingan dinas Kepolisian Negara Republik
Indonesia.
Pasal 7.
Pasal ini mengatur batasan-batasan
minimal atas larangan terhadap bentuk perilaku yang dapat dikategorikan sebagai
penodaan terhadap pemuliaan profesi Polri.
Martabat wanita merupakan sesuatu yang
wajib dijunjung tinggi sehingga setiap petugas Polri dalam penangan kasus yang
berkaitan dengan wanita perlu diberi suatu rambu-rambu agar tidak menimbulkan
persangkaan/penilaian yang merugikan kehormatan profesi, seperti contoh antara
lain dalam melakukan pemeriksaan terhadap wanita sangat tidak etis apabila
dilakukan hanya oleh seorang petugas apalagi petugas pria.
BAB II. ETIKA
KELEMBAGAAN.
Pasal 8.
Cukup
jelas.
Pasal 9.
Ayat (1)
Cukup
jelas.
Ayat (2)
Menggambarkan hubungan/tingkatan
kewenangan dan pertanggungjawaban antara seorang atasan dengan bawahannya
secara timbal balik, sehingga apabila terjadi suatu penyimpangan perilaku maka
kedua belah pihak mempertanggungjawabkan perbuatannya masing-masing atau secara
bersama.
Ayat (3)
Cukup
jelas.
Ayat (4)
Cukup
jelas
Ayat (5)
Cukup
jelas.
Pasal 10.
Tatacara yang berlaku, yang dimaksudkan
adalah suatu proses pengambilan keputusan yang ditempuh melalui musyawarah
dengan menampung saran pendapat anggota sebagai bahan pengambilan keputusan.
Pasal 11.
Cukup
jelas.
Pasal 12.
Cukup
jelas.
BAB III. ETIKA
KENEGARAAN.
Pasal 13.
Cukup jelas
Pasal 14.
Pasal ini menjelaskan bahwa anggota
Kepolisian Negara Republik Indonesia menginginkan untuk tidak terpolitisasi dan
terintervensi oleh pihak manapun dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya.
Pasal 15.
Berpegang teguh pada konstitusi, yang
dimaksud adalah semua tindakan Kepolisian yang diambil dalam upaya mencegah dan
menanggulangi situasi yang membahayakan keselamatan bangsa dan Negara tetap
berdasarkan kepada Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 16.
Cukup
jelas.
BAB IV.
PENEGAKAN KODE ETIK PROFESI
Pasal 17.
Setiap pelanggaran terhadap Kode Etik
Profesi dikenakan sanksi moral yang disampaikan dalam bentuk putusan Sidang
Komisi secara tertulis kepada terperiksa, dimana sanksi moral tersebut bisa
berupa pernyataan putusan yang menyatakan tidak tebrukti atau pernyataan
putusan yang menyatakan terperiksa tebrukti melakukan pelanggaran Kode Etik
Profesi Polri.
Bentuk sanksi moral sebagaimana diatur
dalam Pasal 17 Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan
bentuk-bentuk sanksi moral yang penerapannya tidak secara kumulatif, namun
sanksi moral tersebut terumus dari kadar sanksi yang teringan sampai dengan
kadar sanksi terberat sesuai pelanggaran perilaku terperiksa yang dapat
dibuktikan dalam Sidang Komisi.
Pernyataan penyesalan secara terbatas,
yang dimaksudkan adalah pernyataan meminta maaf secara langsung baik lisan
maupun tertulis oleh terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan atas
perilaku terperiksa.
Pernyataan penyesalan secara terbuka,
yang dimaksudkan adalah penyataan meminta maaf secara tidak langsung oleh
terperiksa kepada pihak ketiga yang dirugikan melalui media massa.
Kewajiban pelanggar untuk mengikuti
pembinaan ulang profesi, yang dimaksudkan adalah anggota Polri yang telah
terbukti melanggar ketentuan Kode Etik Profesi Polri sebanyak 2 (dua) kali atau
lebih melalui putusan Sidang Komisi Kode Etik Polri, kepadanya diwajibkan untuk
mengikuti penataran/pelatihan ulang pembinaan profesi di Lembaga Pendidikan
Polri.
Pelanggar dinyatakan tidak layak lagi
untuk menjalankan profesi Kepolisian, yang dimaksudkan adalah pelanggar
dianggap tidak pantas mengemban profesi kepolisian sebagaimana diatur dalam
rumusan tugas dan wewenang kepolisian pada pasal 14, 15 dan 16 Undang-Undang
nomor 2 tahun 2002, sehingga Ketua Sidang Komisi dapat menyarankan kepada
Kasatker setempat agar pelanggar iberikan sanksi administratif berupa Tour of
duty, Tour of area, Pemberhentian dengan hormat, atau Pemberhentian tidak
dengan hormat.
Pasal 18.
Pemeriksaan dalam Sidang Komisi adalah
upaya pembuktian terhadap dugaan telah terjadinya pelanggara Kode Etik Profesi
Polri yang didasari oleh proses putusan sidang yang cermat sehingga tidak
menjadi sarana persaingan tidak sehat antar anggota. Sidang Komisi ini juga
merupakan representasi masyarakat profesi dalam rangka pemuliaan profesi
Kepolisian.
Pasal 19.
Pengaturan secara rinci tentang Tata
Cara Sidang Komisi Kode Etik diatur tersendiri dengan Keputusan Kapolri.
BAB V. PENUTUP.
Pasal 20.
Cukup
jelas.
Ditetapkan di : Jakarta
Pada tanggal : 1 Juli 2003
KEPALA KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK
INDONESIA
Drs. DA'I BACHTIAR, SH
JENDERAL POLISI
This entry was posted on 20.18
You can follow any responses to this entry through
the RSS 2.0 feed.
You can leave a response,
or trackback from your own site.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar